BAB
II
CYBERCRIME
DAN CYBERLAW
Kebutuhan akan teknologi Jaringan Komputer semakin
meningkat. Selain sebagai media penyedia informasi, melalui Internet pula
kegiatan komunitas komersial menjadi bagian terbesar, dan terpesat
pertumbuhannya serta menembus berbagai batas negara. Bahkan melalui jaringan
ini kegiatan pasar di dunia bisa diketahui selama 24 jam. Melalui dunia
internet atau disebut juga cyber space, apapun dapat dilakukan. Segi positif dari dunia
maya ini tentu saja menambah trend perkembangan teknologi dunia dengan segala
bentuk kreatifitas manusia. Namun dampak negatif pun tidak bisa dihindari.
Tatkala pornografi marak di media Internet, masyarakat pun tak bisa berbuat
banyak.
Seiring dengan perkembangan teknologi Internet,
menyebabkan munculnya kejahatan yang disebut dengan "Cyber Crime"
atau kejahatan melalui jaringan Internet. Munculnya beberapa kasus "Cyber Crime" di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit,
hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya email, dan
memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke
dalam programmer komputer. Sehingga dalam kejahatan komputer dimungkinkan
adanya delik formil dan delik materil. Delik formil adalah perbuatan seseorang
yang memasuki komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan delik materil adalah
perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain. Adanya CyberCrime
telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah sulit mengimbangi teknik
kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer, khususnya jaringan internet
dan intranet.
2.1. Pengertian Cybercrime
Cyber crime adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau
jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan.
Termasuk ke didalamnya antara lain adalah penipuan lelang secara online,
pemalsuan cek, penipuan kartu kredit (carding), confidence fraud,
penipuan identitas, pornografi anak, dll. Cyber crime sebagai tindak
kejahatan dimana dalam hal ini penggunaan komputer secara illegal (Andi Hamzah,
1989).
Cybercrime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena
pemanfaatan teknologi internet. Beberapa pendapat
mengindentikkan cybercrime dengan computer crime. The U.S. Department of Justice memberikan pengertien computer crime sebagai:
“…any illegal act requiring knowledge of computer technology for its
perpetration, investigation, or prosecution”.
Pengertian
tersebut identik dengan yang diberikan Organization of European Community
Development, yang mendefinisikan computer
crime sebagai:
“any
illegal, unehtical or unauthorized behavior relating to the automatic
processing and/or the transmission of data”.
Adapun Andi
Hamzah (1989) dalam tulisannya “Aspek-aspek Pidana di Bidang komputer”,
mengartikan kejahatan komputer sebagai:
”Kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan
sebagai penggunaan komputer secara illegal”.
Dari beberapa pengertian di atas, secara ringkas dapat dikatakan bahwa cybercrime dapat didefinisikan sebagai
perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang
berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan telekomunikasi.
2.1.1 Karakteristik
Cybercrime
Selama ini dalam kejahatan konvensional, dikenal adanya
dua jenis kejahatan sebagai berikut:
a.
Kejahatan
kerah biru (blue collar crime)
Kejahatan ini merupakan jenis
kejahatan atau tindak kriminal yang dilakukan secara konvensional seperti
misalnya perampokkan, pencurian, pembunuhan dan lain-lain.
b.
Kejahatan
kerah putih (white collar crime)
Kejahatan jenis ini terbagi dalam
empat kelompok kejahatan, yakni kejahatan korporasi, kejahatan birokrat,
malpraktek, dan kejahatan individu.
Cybercrime
sendiri sebagai kejahatan yang muncul sebagai akibat adanya komunitas dunia maya
di internet, memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kedua model
di atas. Karakteristik unik
dari kejahatan di dunia maya tersebut antara lain menyangkut lima hal berikut :
1.
Ruang
lingkup kejahatan
2.
Sifat
kejahatan
3.
Pelaku
kejahatan
4.
Modus
Kejahatan
5.
Jenis
kerugian yang ditimbulkan
2.1.2. Jenis
Cybercrime
Berdasarkan jenis aktifitas yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi
beberapa jenis sebagai berikut:
a.
Illegal
Contents
Merupakan kejahatn yang dilakukan dengan memasukkan data atau informasi ke
internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap
melanggar hukum atau menggangu ketertiban umum, contohnya adalah penyebaran
pornografi.
b.
Penyebaran virus secara sengaja
Penyebaran
virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Sering kali orang yang
sistem emailnya terkena virus tidak menyadari hal ini. Virus ini kemudian
dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya.
c.
Data
Forgery
Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan
data pada dokumen dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini
biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web
database.
d.
Cyber Espionage,
Sabotage, and Extortion
Cyber
Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk
melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem
jaringan komputer pihak sasaran. Sabotage and Extortion merupakan jenis
kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran
terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang
terhubung dengan internet.
e.
Cyberstalking
Kejahatan jenis ini dilakukan untuk
mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya
menggunakan e-mail dan dilakukan berulang-ulang. Kejahatan tersebut menyerupai teror yang ditujukan kepada
seseorang dengan memanfaatkan media internet. Hal itu bisa terjadi karena
kemudahan dalam membuat email dengan alamat tertentu tanpa harus menyertakan
identitas diri yang sebenarnya.
f.
Carding
Carding
merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang
lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.
g.
Hacking
dan Cracker
Istilah hacker biasanya mengacu
pada seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari sistem komputer secara
detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Adapun mereka yang sering
melakukan aksi-aksi perusakan di internet lazimnya disebut cracker. Boleh dibilang cracker ini sebenarnya adalah hacker yang
yang memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif. Aktivitas cracking
di internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan account
milik orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus, hingga
pelumpuhan target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS (Denial Of Service). Dos attack
merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target (hang, crash) sehingga
tidak dapat memberikan layanan.
h.
Cybersquatting
and Typosquatting
Cybersquatting
merupakan kejahatan yang dilakukan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan
orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan
harga yang lebih mahal. Adapun typosquatting adalah kejahatan dengan membuat
domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain. Nama
tersebut merupakan nama domain saingan perusahaan.
i.
Hijacking
Hijacking merupakan kejahatan melakukan pembajakan hasil
karya orang lain. Yang paling sering terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat lunak).
j.
Cyber
Terorism
Suatu tindakan
cyber crime termasuk cyber
terorism jika mengancam pemerintah atau warganegara, termasuk cracking ke
situs pemerintah atau militer.
2.1.3. Berdasarkan
Motif Kegiatan
Berdasarkan motif kegiatan yang dilakukannya, cybercrime
dapat digolongkan menjadi dua jenis sebagai berikut :
a. Cybercrime sebagai tindakan murni kriminal
Kejahatan yang
murni merupakan tindak kriminal merupakan kejahatan yang dilakukan karena motif
kriminalitas. Kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai
sarana kejahatan. Contoh kejahatan semacam ini adalah Carding, yaitu pencurian nomor kartu kredit milik orang lain untuk
digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. Juga pemanfaatan media
internet (webserver, mailing list)
untuk menyebarkan material bajakan. Pengirim e-mail anonim yang berisi
promosi (spamming) juga dapat
dimasukkan dalam contoh kejahatan yang menggunakan internet sebagai sarana. Di
beberapa negara maju, pelaku spamming dapat dituntut dengan tuduhan pelanggaran
privasi.
b. Cybercrime sebagai kejahatan ”abu-abu”
Pada jenis
kejahatan di internet yang masuk dalam wilayah ”abu-abu”, cukup sulit
menentukan apakah itu merupakan tindak kriminal atau bukan mengingat motif kegiatannya
terkadang bukan untuk kejahatan. Salah satu contohnya adalah probing atau
portscanning. Ini adalah sebutan untuk semacam tindakan pengintaian terhadap
sistem milik orang lain dengan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari
sistem yang diintai, termasuk sistem operasi yang digunakan, port-port yang
ada, baik yang terbuka maupun tertutup, dan sebagainya.
2.1.4. Berdasarkan
Sasaran Kejahatan
Sedangkan berdasarkan sasaran kejahatan, cybercrime dapat
dikelompokkan menjadi beberapa kategori seperti berikut ini :
1.
Cybercrime yang menyerang individu (Against Person)
Jenis
kejahatan ini, sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu
yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut.
Beberapa contoh kejahatan ini antara lain :
a.
Pornografi
Kegiatan yang
dilakukan dengan membuat, memasang, mendistribusikan, dan menyebarkan material
yang berbau pornografi, cabul, serta mengekspos hal-hal yang tidak pantas.
b.
Cyberstalking
Kegiatan yang
dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan
komputer, misalnya dengan menggunakan e-mail
yang dilakukan secara berulang-ulang seperti halnya teror di dunia cyber.
Gangguan tersebut bisa saja berbau seksual, religius, dan lain sebagainya.
c.
Cyber-Tresspass
Kegiatan yang
dilakukan melanggar area privasi orang lain seperti misalnya Web Hacking. Breaking ke PC, Probing, Port
Scanning dan lain sebagainya.
2.
Cybercrime menyerang hak milik
(Againts Property)
Cybercrime
yang dilakukan untuk menggangu atau menyerang hak milik orang lain. Beberapa
contoh kejahatan jenis ini misalnya pengaksesan komputer secara tidak sah
melalui dunia cyber, pemilikan informasi elektronik secara tidak sah/pencurian
informasi, carding, cybersquating, hijacking, data forgery dan segala kegiatan
yang bersifat merugikan hak milik orang lain.
3.
Cybercrime menyerang pemerintah
(Againts Government)
Cybercrime
Againts Government dilakukan dengan tujuan khusus penyerangan terhadap
pemerintah. Kegiatan tersebut misalnya cyber
terorism sebagai tindakan yang mengancam pemerintah termasuk juga cracking
ke situs resmi pemerintah atau situs militer.
2.1.5. Penanggulangan
Cybercrime
Aktivitas
pokok dari cybercrime adalah
penyerangan terhadap content, computer
system dan communication system milik orang lain atau umum di dalam cyber space. Fenomena
cybercrime memang harus diwaspadai karena kejahatan ini agak berbeda dengan
kejahatan lain pada umumnya. Cybercrime
dapat dilakukan tanpa mengenal batas teritorial dan tidak memerlukan interaksi
langsung antara pelaku dengan korban kejahatan. Berikut ini cara
penanggulangannya :
1.
Mengamankan
sistem
Tujuan yang nyata
dari sebuah sistem keamanan adalah mencegah adanya perusakan bagian dalam
sistem karena dimasuki oleh pemakai yang tidak diinginkan. Pengamanan sistem
secara terintegrasi sangat diperlukan untuk meminimalisasikan kemungkinan
perusakan tersebut. Membangun sebuah keamanan sistem harus merupakan
langkah-langkah yang terintegrasi pada keseluruhan subsistemnya, dengan tujuan
dapat mempersempit atau bahkan menutup adanya celah-celah unauthorized actions yang merugikan. Pengamanan secara personal
dapat dilakukan mulai dari tahap instalasi sistem sampai akhirnya menuju ke
tahap pengamanan fisik dan pengamanan data. Pengaman akan adanya penyerangan
sistem melaui jaringan juga dapat dilakukan dengan melakukan pengamanan FTP,
SMTP, Telnet dan pengamanan Web Server.
2.
Penanggulangan
Global
The Organization for Economic Cooperation and Development
(OECD) telah membuat
guidelines bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan computer-related
crime, dimana pada tahun 1986 OECD telah memublikasikan laporannya yang
berjudul Computer-Related Crime : Analysis
of Legal Policy. Menurut OECD, beberapa langkah penting yang harus
dilakukan setiap negara dalam penanggulangan cybercrime adalah :
a.
melakukan
modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya.
b.
meningkatkan
sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional.
c.
meningkatkan
pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan,
investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime.
d.
meningkatkan
kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah
kejahatan tersebut terjadi.
e.
meningkatkan
kerjasama antarnegara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam
upaya penanganan cybercrime.
2.2 Pengertian Cyber law
Cyber
Law adalah aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang
berhubungan dengan orangperorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan
memanfaatkan tekhnologi internet yang dimulai ppada saat mulai online dan
memasuki dunia cyber atau maya. Cyber Law sendiri merupakan istilah yang
berasal dari cyberspace law.
Istilah
hukum diartikan seabagai padanan dari kata cyber law, yang saat ini secara
international digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan TI.
Istilah lain yang juga digunakan adalah Hukum TI (Law of Information
Teknologi), Hukum dunia maya (Virtual Word Law), dan Hukum Mayantara.
Secara
Akademik, Terminologi "cyber law"belum menjadi teknologi yang umum.
Terminologi lain untuk tujuan yang sama seperti The Law of Internet, Law and
The Information Superhighway, Information Technologi Law, The Law of
Informaton, dan lain - lain.
Di
Indonesia sendiri tampaknya belum ada satu istilah yang disepakati. Dimana
istilah yang dimaksudkan sebagai terjamahan dari "cyber law",
misalnya Hukum sistem informasi, Hukum Informasi, dam Hukum Informatika
(Telekomunikasi dan Informatika) secara Yuridis, Cyber Law tidak sama lagi
dengan ukuran dan kalifikasi hukum tradisional. Kegiatan cyber meskipun
bersifat virtual atau maya dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan
hukum yang nyata. Kegiatan cyber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat
nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek
pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan
perbuatan hukum secara nyata.
2.2.1 Tujuan
Cyber Law
Cyber
Law sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan, ataupun penanganan
tindak pidana. Cyber law akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakkan hukum
terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk
kejahatan pencucian uang dan terorisme.
2.2.2 Ruang
Lingkup Cyber Law
Pembahasan
mengenai dengan ruang lingkup "cyber law" dimaksudkan sebagai
interventarisasi atas persoalan-persoalan atau aspek-aspek hukum yang
diperkirakan berkaitan dengan pemanfaatan internet. secara garis besar ruang
lingkup "cyber law" ini berkaitan dengan persoalan-persoalan atau
aspek hukum dari :
- E-Commerse
- Tradmark/Domain
Names
- Privacy and
Scurity on the Internet
- Copyright
- Defamation
- Content
Regulations
- Disptle Settlement,
Dan lain-lain.
2.2.3. Asas-asas
Cyber Law
Dalam
kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa
digunakan yaitu :
a.
Subjective
territoriality, yang menekankan bahwa
keberlakuan hukum yang ditentukan berdasarkan tempat perbuatan yang dilakukan
dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan dinegara lain.
b.
Objective
territoriality, yang menyatakan bahwa
hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatanitu terjadi dan
memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
c.
nationality,
yang menentukan bahwa negara mwmpunyai juridiksi untuk menentukan hukum
berdasarkan kewarganegaraan yang pelaku.
d.
passive nationality,
yang menekankan juridiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
e.
protective principle,
yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk
melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan diluar wilayahnya,
yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah,
f.
universality,
asas ini selayaknya memperoleh perhatian kusus terkait dengan penanganan hukum
kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai "universal interest
juridiction". pada mulany asas iini menentukan bahwa setiap negara berhak
untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian
diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes
against humanity), misalnya penyiksaan genosida,pembajakan udara dan lain-lain.
Meskipun dimaa mendatang asas juridis universa ini mungkin dikembangkan untuk
internet piracy, seperti computer, cracking, carding, hacking dan viruses,
namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini diberlakukan untuk
kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan hukum international. Oleh
karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan
pendekatan yang berbeda denag hukum yang dibuat berdasarkan batas-batas wilayah
. Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi
oleh screen dan password. Secara radical, ruang cyber telah mengubah hubungan
antara legally significant (online) phenomena and physicallocation.
2.2.4. Teori-teori Cyber
Law
Berdasarkan
karakteristik khusus yang terdapat dalam ruang cyber law maka dapat dikemukakan
beberapa teori sebagai berikut :
1.
The Theory of the
uploader and the downloader, berdasarkan
teori ini, suatu negara dapat melarang dalam wilayahnya , kegiatan uploading dan
downloading yang diperkirakan dapat bertentangan dengan kepentingannya.
Misalnya, suatu negara dapat melarang setiap orang untuk oplading
kegiatan perjudian atau kegiatan perjudian atau kegiatan perusakan lainnya
dalam wilayah negara, dan melarang setiap dalam wilayahnya untuk downloading
kegiatan perjudian tersebut. Minnesota
adalah suatu negara pertama yang menggunakan juridiksi ini.
2.
The theory of law of
the server, pendekatan ini memperlakukan
server dimana secara
physic berlokasi, yaitu diman mereka dicatat sebagai data electronic. Menurut
teori ini sebuah berlokasi
diserver pada standford university tunduk terhadap hukum california. Namun
teori ini akan sulit digunakan apabila uploader berada dalam juridiksi asing.
3.
The Theory of Internationalsapce,
ruang cyber dianggap sebagai the fourth space. Yang menjadi analogi adalah
tidak terletak pada kesamaan fisik, melainkan pada sifat international, yakni soveregnless quality.